09

RUANG

Tema diskusi

Lingkungan dan Krisis Iklim

Pengalaman empiris perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam dilakukan sebagai aksi dalam melestarikan lingkungan. Relasi holistic perempuan dan Alam juga dibutuhkan sebagai media budaya bagi masyarakat dan perempuan adat. Perempuan telah diakui memiliki peran yang setara dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam kaitannya dengan perubahan iklim misalnya, secara internasional UNFCCC mengakui pentingnya kesetaraan pelibatan antara perempuan dan laki- laki, dalam kebijakan iklim yang responsif gender, melalui suatu agenda khusus yang menangani masalah gender dan perubahan iklim, termasuk menuangkannya dalam Perjanjian Paris.

Di Indonesia, krisis iklim telah memicu terjadinya cuaca ekstrem dan bencana iklim yang berdampak buruk terhadap kehidupan rakyat Indonesia, termasuk diantaranya gagal panen dan memburuknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kerentanan Indonesia terhadap dampak krisis iklim adalah yang ke-3 tertinggi di dunia (Bank Dunia, 2021). Ancaman kerentanan tersebut mencakup juga kerusakan ekosistem laut dan hilangnya pulau-pulau kecil serta kampung-kampung pesisir di Indonesia. Namun, dampak perubahan iklim terhadap masyarakat dan terutama perempuan yang menanggung beban ganda, tidak hanya saat terjadi bencana iklim, Solusi untuk mengatasi perubahan iklim yang ditawarkan dan diterapkan, justru membawa persoalan baru yang semakin memperburuk situasi berlapis bagi perempuan yang telah terkena beban perubahan dan krisis iklim.

Kompleksitas berbagai situasi yang dihadapi perempuan tidak terlepas dari paradigma jalinan kuasa melalui berbagai kebijakan/regulasi dan proyek-proyek atas nama pembangunan, telah berdampak pada putusnya akses dan kontrol perempuan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang sekaligus sebagai aksi adaptasi dan mitigasi iklim di Indonesia. Berbagai kebijakan seperti UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023 dan UU Minerba No. 3 tahun 2020 yang mempermudah eksploitasi sumber daya alam, lebih lanjut lagi kebijakan turunan UU Ciptakerja terus dikeluarkan untuk mempercepat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di sektor pangan (Food Estate), bendungan (DAM) hingga proyek hilirisasi energi Geothermal, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)3 sebagai solusi palsu iklim justru menimbulkan lapisan situasi bagi perempuan, masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya.

Strategi di dalam skema mitigasi masih lebih dikedepankan oleh Pemerintah Indonesia, dibandingkan skema adaptasi yang dibutuhkan oleh perempuan untuk bertahan dalam situasi krisis iklim dan bencana. Proyek-proyek iklim yang dilakukan justru tidak melibatkan perempuan, bahkan tidak meminta persetujuan perempuan, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. Hal ini berbuntut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang dialami oleh perempuan seperti, perampasan tanah, penggusuran, krisis air, polusi udara, menghilangkan nilai-nilai kultural perempuan dengan alam hingga memperluas bencana ekologi akibat dari pembangunan ekstraktif yang eksploitatif. Bahkan dalam mempertahankan sumber kehidupannya pun perempuan mengalami represi oleh aparat. Intimidasi, kekerasan hingga kriminalisasi semakin sering dialami perempuan yang memperjuangkan hidupnya yang terdampak krisis iklim. Padahal perempuan memiliki inisiatif dan pengetahuan lokal dalam merespon situasi krisis iklim, baik adaptasi maupun mitigasi.

Seharusnya, keadilan iklim meliputi keadilan yang menghubungkan pembangunan dan hak asasi manusia untuk mencapai pendekatan berbasis hak dalam penanganan perubahan iklim. Keadilan iklim khusus sementara, sebagai salah satu elemen strategi yang terkoordinasi dan dipantau secara berkala. untuk mencapai partisipasi setara perempuan dalam semua pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim. (b). Mengembangkan program untuk menjamin partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam kehidupan politik, termasuk melalui organisasi masyarakat sipil, khususnya organisasi perempuan, di berbagai tingkat, khususnya dalam konteks perencanaan lokal dan masyarakat serta perubahan iklim dan kesiap siagaan bencana, respon dan pemulihan. (c). Menjamin keterwakilan perempuan yang setara dalam forum dan mekanisme pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim, di tingkat masyarakat, lokal, nasional, regional dan internasional, agar mereka dapat berpartisipasi dan mempengaruhi pengembangan kebijakan, peraturan perundang-undangan. dan rencana yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim serta implementasinya. Negara-negara pihak juga harus mengambil langkah-langkah positif untuk memastikan bahwa anak perempuan, perempuan muda dan perempuan yang tergabung dalam kelompok masyarakat adat dan kelompok marginal lainnya diberi kesempatan untuk terwakili dalam mekanisme tersebut; (d). Memperkuat lembaga-lembaga nasional yang peduli dengan isu-isu terkait gender dan hak-hak perempuan, masyarakat sipil dan organisasi- organisasi perempuan dan memberi mereka sumber daya, keterampilan dan kewenangan yang memadai untuk memimpin, memberi nasihat, memantau dan melaksanakan strategi untuk mencegah dan menangani bencana serta mitigasi bencana. dampak buruk perubahan iklim; (e). Mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk membangun kapasitas kepemimpinan perempuan dan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk memperkuat peran aktif mereka dalam pengurangan risiko bencana dan tanggap serta mitigasi perubahan iklim, di semua tingkatan dan di semua sektor terkait.

  1. Apa Langkah nyata pemerintah Indonesia dalam memastikan perlindungan bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam sebagai sumber kehidupan sekaligus sebagai aksi mitigasi dan adaptasi iklim dalam melestarikan keberlanjutan lingkungan?
  2. Apa Strategi relevan yang telah dilakukan pemerintah dalam memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap inisiatif lokal perempuan di dalam aksi adaptasi dan mitigasi iklim?
  3. Langkah-langkah apa yang telah dilakukan pemerintah untuk memastikan perempuan, kelompok adat dan perempuan marginal lainnya serta organisasi masyarakat sipil dilibatkan secara bermakna pada seluruh tahapan penyusunan undang-undang, kebijakan, rencana aksi, program, anggaran dan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim?
guest
0 Tanggapan
Oldest
Newest
Inline Feedbacks
View all comments
Pilih Bahasa»