Kekerasan berbasis gender merupakan kekerasan yang dilakukan terhadap seseorang berdasar dari gender dan seksnya. Kekerasan berbasis gender (KBG) terjadi akibat dampak dari ketimpangan gender. Budaya patriarki yang mengakar dalam kehidupan masyarakat menempatkan perempuan dalam posisi yang rentan menjadi korban, sehingga kekerasan berbasis gender juga sangat mungkin terjadi kepada perempuan. Bentuk kekerasan berbasis gender kepada perempuan diantaranya seperti kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam hubungan pacaran, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang dilakukan atas dasar status dirinya adalah perempuan. Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di wilayah privat dan publik. Kekerasan berbasis gender di wilayah privat dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti keluarga, orang tua, kakak, dan pacar. Sementara pelaku kekerasan berbasis gender di wilayah publik melibatkan pemberi kerja, rekan kerja, guru, dan orang asing.
Terdapat beberapa kebijakan-kebijakan untuk penghapusan kekerasan berbasis gender seperti Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Undang-Undang Pelindungan Buruh Migran, dan lain sebagainya. Meskipun terdapat banyak undang-undang untuk penghapusan kekerasan berbasis gender, angka-angka kekerasan berbasis gender terhadap perempuan masih tinggi. Berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2022, terdapat 622 kasus kekerasan terhadap istri, KDRT sebanyak 111 kasus, serta 422 kasus kekerasan dalam pacaran, kekerasan di tempat kerja 115 kasus, dan kekerasan di tempat umum sebanyak 101 kasus. Tingginya angka kekerasan berbasis gender terhadap perempuan menunjukkan adanya kesenjangan antara implementasi aturan tersebut dan praktik di lapangan.
Nama-nama peserta nanti akan muncul disini
Panduan nanti akan muncul disini
Copyright Review Digital 2024 | Organized by AMAN Indonesia